Rabu, 21 Mei 2014

makalah AIK III



MAKALAH

AIK III







DI SUSUN
OLEH :
ZAINUDDIN
FITRIANI
NURJANNAH
HABI BURHAN SAID
ANTI RUKMANA
MARSUKI

KATA PENGANTAR


Alhamdulillahirabbil ‘alamin.Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala alihi wa ashabihi ajma’in.
Puji syukur marilah kita haturkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberi rahmat kepada kita semua.
Shalawat serta salam tidak lupa mari kita senandungkan untuk junjungan kita nabi Muhammad SAW.
Penulis menyusun makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah TAUHID.Dalam menulis makalah ini, penyusun merasa banyak kekurangan dan kesalahan dikarenakan penyusun masih dalam tahap belajar.
Akan tetapi, penyusun tetap berharap aupaya makalah ini bermanfaat bagi siapaun yang membacanya.

Wassalam.PNG


                                                                                   
i

DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………...…….i
Daftar Isi……………………………………………………………….................... ii            Pendahuluan...............................................................................................................1
A.    Latar Belakang Masalah…………………………………………..……...................1
B.     Rumusan Masalah…………………………………………….…….…....................1
Pembahasan
A.    Pengertian Tauhid………………………………………………………..................2
B.     kedudukan dan fungsi tauhid……...……………............……………….................3
C.     macam-macam tauhid...........................................................................................7
D,  kalimat  laailaaha  illallah...........................................................................................8
Penutup
A.    Kesimpulan……………………………………………………………....................16
B.     Saran…………………………………………………………………….................16











                                                                             ii

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah

Pada zaman modern ini banyak krisis yang harus dihadapi manusia, seperti krisis moneter, krisis pangan, krisis bahan bakar, dan yang patut kita renungkan adalah krisis iman.
Krisis iman dikarenakan kurangnya nutrisi rohani serta kurangnya fungsi tauhid dalam kehidupan sehari-hari manusia saat ini.Kebanyakan manusia hanya mementingkan kepentingan dunia dibanding kepentingan akhirat. Sehingga yang terealisasi hanyalah  sifat-sifat manusia yang berbau duniawi, seperti hedonism, fashionism, kepuasan hawa nafsu, dan lain-lain.
Hanya sedikit manusia yang dapat memanfaatkan fungsi dan menempatkan peran tauhid secara benar dan sesuai dengan keadaan zaman manusia sekarang ini.
Padahal, jika, masyarakat modern saat ini menempatkan tauhid dalam kehidupan sehari-harinya, insya allah, akan tercipta masyarakat yang damai, aman, dan terjauh dari sifat-sifat tercela, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, penipuan, dan tindakan-tindakan yang melanggar hokum agama, maupun hokum perdata dan pidana Negara.


B.     Rumusan Masalah
Permasalahan yang kami angkat dalam makalah ini adalah :
1,   tengtang tauhid
2.      pengertian tauhid
3.   kedudukan dan fungsi tauhid
4.   macam-macam tauhid
5.   kalimat laailaaha illallah



                                                                                    1

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Tauhid
Tauhid adalah salah satu hal terpenting yang harus difahami, dimiliki dan dipegang teguh  oleh umat islam, karena dengan tauhid seseorang dapat mengerti apa arti dari kehidupan yang dia jalanani.
Dalam ajaran islam kalimat tauhid terbagi menjadi dua bagian yang sangat berhubungan antara satu dengan yang lainya, yaitu Nafyu dan Isbat.
Nafyu (peniadaan), kalimat tersebut adalah  Laailaaha yang artinya” tiada Tuhan”, maksud dari kalimat itu iyalah meniadakan segala macam Tuhan, sehingga di muka bumi ini tiada apapun yang patut disembah, dipuja, diimani dan ditaati. 
Isbat (menetapkan), kalimat tersebut adalah Illallah yang artinya “ kecuali Allah”, maksud dari kalimat itu iyalah memunculkan pemahaman tentang keberadaan Allah sebagai satu-satunya Tuhan di dalam fikiran kita setelah kita menghapus segala macam Tuhan yang ada di dalamnya.
Tauhid mempunyai peran besar terhadap hidup manusia, karena dengan tauhidlah manusia dapat memahami arti dan tujuan hidup mereka. Marilah kita tengok di dalam kehidupan kita pada zaman yang katanya modern ini, banyak manusia yang hidup tanpa tujuan yang jelas, mereka bekerja siang malam banting tulang hanya untuk mendapatkan harta yang banyak, dengan harta itulah mereka berusaha memuaskan hawa nafsunya yang tak kunjung puas dengan apa yang telah mereka lakukan, padahal Allah telah berfirman dalam ayat-Nya, yang artinya ”Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepadaku”.
Maka jelaslah tujuan hidup manusia sesungguhnya, yaitu hanya beribadah kepada Allah Subhanahu Wata’ala saja dan bukan untuk yang lain, karena segala macam perbuatan yang kita lakukan mulai dari makan kita, tidur kita, belajar kita, dan segalamacam usaha yang kita lakukan jika kita niatkan untuk beribadah kepada Allah niscaya semua itu adalah pahala bagi kita.



                                                             2
B.     kedudukan dan fungsi tauhid
            Tauhid  menempati kedudukan sentral dan esensial dalam islam, tauhid berarti komitmen manusia kepada Allah sebagai fokus dari seluruh rasa hormat, rasa syukur, dan sebagai satu-satunya sumber nilai dalam islam.
            Manusia yang bertauhid mengemban tugas untuk membersihkan manusia dari menyembah manusia, hewan, tumbuhan, matahari, berhala, dan lain-lain kepada menyembah alloh. Dengan tauhid, kedudukan manusia sama manusia yang lain, yang  membedakan manusia dihadapan alloh adalah tingkat ketaqwaannya(QS. Al Hujurat: 13)
            Hubungan manusia tidak hanya dengan tuhannya, tetapi juga mencakup hubungan horisontal dengan sesamanya.Maka dari itu tauhid juga memiliki fungsi membentuk suatu masyarakat yang mengejar nilai-nilai utama dan mengusahakan tegaknya nilai keadilan sosial sehingga memberikan insipirasi pada manusia untuk mengubah dunia disekelilingnya agar sesuai dengan kehendak alloh. Hal ini akan memicu manusia untuk membentuk suatu misi yang bertujuan mengubah dunia, menegakkan kebenaran, dan keadilan, merealisasikan berbagai nilai-nilai utama dan memberantas kerusakan dimuka bumi. Dengan misi ini akan terwujud kehidupan sosial yang adil, etis, dan agamis.
            Dalam konteks pengembangan umat, tauhid berfungsi mentransformasikan setiap individu yang meyakininya menjadi manusia yang lebih ideal dalam arti memiliki sifat-sifat mulia yang membebaskan dirinya dari setiap belenggu sosial, politik, ekonomi, dan budaya.
1.      Memiliki komitmen utuh pada Tuhannya. Ia akan berusaha secara maksimal untuk menjalankan pesan dan perintah Allah sesuai dengan kadar kemampuannya.
2.      Menolak pedoman hidup yang datang bukan dari Allah.
3.      Bersikap progresif dengan selalu melakukan penilaian terhadap kualitas kehidupannya, adat istiadatnya, tradisi dan paham hidupnya.
4.      Tujuan hidupnya amat jelas. Ibadahnya, kerja kerasnya, hidup dan matinya hanya untuk Allah semata.Ia tidak akan terjerat ke dalam nilai-nilai palsu atau hal-hal tanpa nilai sehingga tidak pernah mengejar kekayaan, kekuasaan dan kesenangan hidup sebagai tujuan. Sebaliknya, hal-hal tersebut hanyalah sebagai sarana mencapai keridlaan Allah.


                                                                              3
5.      Memiliki visi yang jelas tentang kehidupan yang harus dibangunnya bersama manusia lain , suatu kehidupan yang harmonis antara manusia dan Tuhannya,[1][1]
Adapun fungsi tauhid yaitu:
      1.      Membebaskan manusia dari perbudakan mental dan penyembahan kepada semua makhluk.

Sampai sekarang masih banyak manusia, termasuk umat muslim yang cenderung mengikuti tradisi dan keyakinan nenek moyangnya. Tidak hanya itu, mereka juga banyak yang menyerah dan tunduk begitu saja kepada para pemimpin mereka, tanpa daya fikirr kritis serta keberanian untuk mengkritik. Padahal Al- Qur’an telah mengingatkan bahwa orang- orang yang tidak bersikap kritis terhadap para pemimpin mereka akan kecewa dan mengeluh di hari akhir.
Firman Allah SWT SWT :

يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا [٣٣:٦٦]
وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا [٣٣:٦٧]
Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: "Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul

Dan mereka berkata: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). ".( QS. Al- Ahzaab : 66-67).







                                                                        4
2.      Menjaga manusia dari nilai- nilai palsu yang bersumber pada hawa nafsu, gila kekuasaan, dan kesenangan- kesenangan sensual belaka.

Suatu kehidupan yang didedikasikan pada kelezatan sensual, kekuasaan, dan penumpukan kekayaan dapat mengeruhkan akal sehat dan menghilangkan pikiran jernih.Sebenarnya telah dengan tajam Al- Qur’an menyindir orang-orang seperti ini.

أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا [٢٥:٤٣]
أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ ۚ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ ۖ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا [٢٥:٤٤]

Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?

atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).( QS. Al- Furqon : 43-44)

3.      Sebagai frame of thought dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Maksudnya ialah bahwa tauhid menjadi kerangka pemikiran dalam menemukan hakikat kebenaran mengenai segala yang ada di alam semesta ini pada seginya yang abstrak, potensial, maupun yang konkret.Sehingga manusia tidak melampaui batas dalam pemahaman suatu keilmuan yang membuat dirinya lalai dan merasa benar hingga akhirnya membawa mereka kepada kesombongan yang pasti berakhir dengan kehancuran.Contoh Hitler dengan tentara Nazinya, dengan ilmunya Hitler merasa bahwa gagasan yang dia miliki mampu membawa umat manusia menuju peradaban yang lebih maju, namun karena ilmu tersebut tidak dilandasi dengan Aqidah, maka yang terjadi adalah kehancuran rezim yang dimilikinya.


                                                                              5
4.      Sebagai pondasi keimanan yang juga menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan hidup seluruh umat manusia, ketika seluruh ajaran- ajarannya dilaksanakan secara konsisten.

Dengan menjadikan tauhid sebagai pegangan dalam hidup, serta merealisasikan perintah yang ada, maka akan terwujud suatu kebahagiaan serta kedamaian hidup yang tak terhingga. Karena telah di tancapkan dalam hati bahwa tidak ada yang memiliki kekuatan maupun kekuasaan selain Ilahirabbi.

5.      Mengajarkan kepada umat islam supaya menjadikan Allah SWT sebagai pusat kesadaran intelektual mereka.

Dengan kata lain, kita meyakini bahwa semua aktivitas yang kita lakukan maupun kejadian yang terjadi merupakan atas kehendak Allah SWT, semua itu telah diatur dengan sempurna oleh-Nya. Karena Dia lah pemilik seluruh isi alam ini, Dia mengetahui segala hal yang ghoib ( abstrak) maupun yang dzohir, yang tersembunyi maupun yang tampak, Dia lah Tuhan yang patut untuk disembah dan tiada Tuhan selain Dia. Dengan demikina akan terwujud keyakinan yang kukuh dan konsekuen, sehingga tidak mudah terombang ambing oleh perkembangan zaman dan tidak terpenaruh keyakinan yang menyesatkan.[2][2]

            Dengan Tauhid, manusia tidak saja akan bebas dan merdeka, tetapi juga akan sadar bahwa kedudukannya sama dengan manusia manapun. Tidak ada manusia yang lebih superior atau inferior terhadap manusia lainnya. Setiap manusia adalah hamba Allah yang berstatus sama. Jika tidak ada manusia yang lebih tinggi atau lebih rendah daripada mnusia lainnya di hadapan Allah, maka juga tidak ada kolektivitas manusia, baik sebagai suatu suku bangsa ataupun suatu bangsa , yang lebih tinggi atau lebih rendah daripada suku bangsa atau bangsa lainnya. Semuanya berkedudukan sama di hadapan Allah SWT. Yang membedakan hanyalah tingkat ketakwaan pada Allah SWT.

B.  Macam – Macam  Tauhid
Tauhid dibagi menjadi tiga macam:
1.     Tauhid Ar-Rububiyyah
Yaitu mengesakan Allah dalam hal perbuatan-perbuatan Allah, dengan meyakini bahwasanya Dia adalah satu-satuNya Pencipta seluruh makhluk-Nya. Allah berfirman yang artinya:
Katakanlah: “Siapakah Tuhan langit dan bumi?” Jawabnya: “Allah”. Katakanlah: “Maka Patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, Padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?”. Katakanlah: “Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; Apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?” Katakanlah: “Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Perkasa”. (Ar-Ra’d : 16)
dan Dia adalah Pemberi Rezeki bagi seluruh binatang dan manusia, Firman-Nya yang artinya:
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya”.(Hud : 6)
Dia adalah Raja segala raja, Pengatur semesta alam, … Pemberi ketentuan takdir atas segala sesuatu, Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan.
2.     Tauhid Al-Uluhiyyah
Tauhid Al-Uluhiyyah disebut juga Tauhid Ibadah, dengan kaitannya yang disandarkan kepada Allah disebut tauhid uluhiyyah dan dengan kaitannya yang disandarkan kepada hamba disebut tauhid ibadah, yaitu mengesakan Allah Azza wa Jalla dalam peribadahan.
3.     Tauhid Al-Asma’ wa Shifat
Tauhid Al-Asma’ wa Shifat yaitu mengesakan Allah dalam Nama-nama dan Sifat-sifat bagi-Nya, dengan menetapkan semua Nama-nama dan sifat-sifat yang Allah sendiri menamai dan mensifati Diri-Nya di dalam Kitab-Nya (Al-Qur’an), SunnahNabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tanpa Tahrif (menyelewengkan makna), Ta’thil (mengingkari), Takyif (mempertanyakan/menggambarkan bagaimana-nya)dan Tamtsil (menyerupakan dengan makhluk).

                                                                        7
Dan ketiga macam Tauhid ini terkumpul dalam firman-Nya yang artinya:
 “ Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (Maryam : 65). 
C   Makna Kalimat Tauhîd Lâ Ilâha illallâh
Oleh: Ustâdz Hammâd Abû Mu’âwiyah
Mengetahui makna kalimat yang mulia ini merupakan salah satu prinsip yang sangat mendasar pada ‘aqidah seorang muslim. Bagaimana tidak, karena jika seseorang mengucapkan kalimat tauhid ini maka dia tidak akan bisa melaksanakan konsekuensinya sebelum mengetahui apa maknanya serta dia tidak akan mendapatkan berbagai keutamaan kalimat yang mulia ini sampai dia mengetahui apa maknanya, mengamalkannya dan meninggal di atasnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَا يَمْلِكُ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الشَّفَاعَةَ إِلَّا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memberi syafa`at; akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa`at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dalam keadaan mereka mengetahui(nya).” (QS. Az-Zukhruf: 86)
Oleh karena itu, berikut penjelasan secara singkat mengenai makna kalimat tauhid yang mulia ini:
Laa Ilaaha Illallah adalah kalimat yang terdiri dari 4 kata, yaitu: kata (laa), kata (Ilaha), kata (illa) dan kata (Allah). Adapun secara bahasa bisa kita uraikan secara ringkas sebagai berikut:
  • Laa adalah nafiyah lil jins(Meniadakan keberadaan semua jenis kata benda yang datang setelahnya). Misalnya perkataan orang Arab “Laa rojula fid dari” (Tidak ada laki-laki dalam rumah) yaitu menafikan (meniadakan) semua jenis laki-laki di dalam rumah. Sehingga laa dalam kalimat tauhid ini bermakna penafian semua jenis penyembahan dan peribadahan yang haq dari siapapun juga kecuali kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
  • Ilah adalah mashdar (kata dasar) yang bermakna maf’ul (obyek) sehingga bermakna ma`l uh yang artinya adalah ma’bud (yang diibadahi). Karena aliha maknanya adalah ‘abada sehingga makna ma’luh adalah ma’bud. Hal ini sebagaimana dalam bacaan Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma terhadap ayat 127 pada surah Al-A’raf:


                                                                                                                                                           
8
                         وَقَالَ الْمَلأُ مِنْ قَوْمِ فِرْعَوْنَ أَتَذَرُ مُوْسَى وَقَوْمَهُ لِيُفْسِدُوْا فِيْ الْأََرْضِ وَيَذَرَكَ وَإِلَهَتَكَ
“Berkatalah pembesar-pembesar dari kaum Fir’aun (kepada Fir’aun): “Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta ilahatahmu (peribadatan kepadamu)?”.
Il ahat aka (ilahatahmu) yaitu peribadatan kepadamu, karena Fir’aun itu disembah dan tidak menyembah. Hal ini menunjukkan bahwa Ibnu ‘Abbas memahami bahwa kata Ilahah artinya adalah Ibadah
  • Illa (kecuali). Pengecualian di sini adalah mengeluarkan kata yang terletak setelah illa dari hukum kata yang telah dinafikan oleh laa. Misalnya dalam contoh di atas laa rajula fid dari illa Muhammad, yaitu Muhammad (sebagai kata setelah illa) dikeluarkan (dikecualikan) dari hukum sebelum illa yaitu peniadaan semua jenis laki-laki di dalam rumah, sehingga maknanya adalah tidak ada satupun jenis laki-laki di dalam rumah kecuali Muhammad. Jika diterapkan dalam kalimat tauhid ini makna maknanya adalah bahwa hanya Allah yang diperkecualikan dari seluruh jenis ilah yang telah dinafikan oleh kata laa sebelumnya.
  • Lafadz “Allah” asal katanya adalah Al-Ilah dibuang hamzahnya untuk mempermudah membacanya, lalu lam yang pertama diidhgamkan (digabungkan) pada lam yang kedua maka menjadilah satu lam yang ditasydid dan lam yang kedua diucapkan tebal sebagaimana pendapat Imam Al-Kisa`i dan Imam Al-Farra` dan juga pendapat Imam As-Sibawaih.
Adapun maknanya, berkata Al-Imam Ibnu Qoyyim dalam Madarij As-Salikin (1/18) : “Nama “Allah” menunjukkan bahwa Dialah yang merupakan ma’luh (yang disembah) ma’bud (yang diibadahi). Seluruh makhluk beribadah kepadanya dengan penuh kecintaan, pengagungan dan ketundukan”.
Lafadz jalalah “Allah” adalah nama yang khusus untuk Allah saja, adapun seluruh nama-nama dan sifat-sifat Allah yang lainnya kembali kepada lafadz jalalah tersebut. Karena itulah tidak ada satupun dari makhluk-Nya yang dinamakan Allah.
Kemudian dari perkara yang paling penting diketahui bahwa Laa ini –sebagaimana yang telah diketahui oleh semua orang yang memiliki ilmu bahasa Arab- membutuhkan isim dan khobar sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Malik dalam Alfiyahnya:
عَمَلَ إِنَّ اجْعَلْ لِلاَ فِي نَكِرَه ……..
“Jadikan amalan Inna (menashab isim dan merafa’ khobar) untuk laa bila isimnya nakirah.”

10
Isim laa adalah kata ilaha, adapun khobarnya, disinilah letak perselisihan manusia dalam penentuannya.Adapun yang dipilih oleh para ulama As-Salaf secara keseluruhan adalah bahwa khobarnya (dibuang) oleh karena itulah harus menentukan khobarnya untuk memahami maknanya dengan benar. Dan para ulama Salaf sepakat bahwa yang dibuang tersebut adalah kata haqqun atau bihaqqin (yang berhak disembah), dengan dalil firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surah Luqman ayat 30:
ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ الحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِهِ البَاطِلُ وَأَنََّ اللهَ هُوَ العَلِيُّ الكَبِيْرُ
“Yang demikian itu karena Allahlah yang hak (untuk disembah) dan apa saja yang mereka sembah selain Allah maka itu adalah sembahan yang batil dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”Dan mirip dengannya dalam surah Al-Hajj ayat 62.
Maka dari seluruh penjelasan di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa makna Laa ilaaha illallah adalah tidak ada sembahan yang berhak untuk disembah kecuali Allah. Maka kalimat tauhid ini menunjukkan akan penafian/penolakan/peniadaan semua jenis penyembahan dan peribadahan dari semua selain Allah Ta’ala, apa dan siapapun dia, serta penetapan bahwa penyembahan dan peribadahan dengan seluruh macam bentuknya –baik yang zhohir maupun yang batin- hanya ditujukan kepada Allah semata tidak kepada selainnya. Oleh karena itu semua yang disembah selain Allah Ta’ala memang betul telah disembah, akan tetapi dia disembah dengan kebatilan, kezholiman, pelampauan batas dan kesewenang-wenangan. Inilah makna yang dipahami oleh orang-orang Arab –yang mukmin maupun yang kafirnya- tatkala mereka mendengar perkataan laa ilaha illallah sebagaimana yang akan datang penjelasannya insya Allah Ta’ala.
Berikut sebagian perkataan para ulama yang menunjukkan benarnya apa yang telah kami paparkan:
  • Berkata Al-Wazir Abul Muzhoffar dalam Al-Ifshoh: “Lafazh “Allah” sesudah “illa” menunjukkan bahwasanya penyembahan wajib (diperuntukkan) hanya kepada-Nya, maka tidak ada (seorangpun) selain dari-Nya yang berhak mendapatkannya (penyembahan itu)”. Dan beliau juga berkata : “Dan termasuk faedah dari hal ini adalah hendaknya kamu mengetahui bahwa kalimat ini mencakup kufur kepada thaghut (semua yang disembah selain Allah) dan beriman hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka tatkala engkau menafikan penyembahan dan menetapkan kewajiban penyembahan itu hanya kepada Allah subhanahu maka berarti kamu telah kufur kepada thaghut dan beriman kepada Allah”.
  • Berkata Imam Ibnu Rajab: “Al-Ilah adalah yang ditaati dan tidak didurhakai karena mengagungkan dan memuliakan-Nya, merasa cinta, takut, berharap dan bertawakkal kepada-Nya, meminta dan berdo’a pada-Nya. Dan semua ini tidak boleh kecuali kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Maka siapa yang mengikutsertakan makhluk-Nya pada salah satu dari perkara-perkara yang merupakan kekhususan penyembahan (ibadah) ini maka dia                             

11
  • telah merusak keikhlasannya dalam kalimat Laa Ilaaha Illallah. Dan padanya terdapat peribadatan kepada makhluk (kesyirikan) yang kadarnya sesuai dengan banyak atau sedikitnya hal-hal tersebut terdapat padanya.”
  • Berkata Al-Imam Al-Baqo`iy: “Laa Ilaaha Illallah yaitu peniadaan yang besar dari menjadikan yang diibadahi yang benar selain Raja yang paling mulia karena sesungguhnya ilmu ini, khususnya Laa Ilaahaa Illallah adalah peringatan yang paling besar yang menolong dari keadaan hari kiamat dan sesungguhnya menjadi ilmu jika bemanfaat, dan menjadi bermanfaat jika disertai dengan ketundukan dan beramal dengan ketentuannya. Kalau tidak maka itu adalah kebodohan semata.”
Berkata Syaikh ‘Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh: “Dan ini banyak dijumpai pada perkataan kebanyakan ulama salaf dan merupakan ‘ijma (kesepakatan) dari mereka. Maka kalimat ini menunjukkan penafian penyembahan terhadap segala apa saja selain Allah bagaimanapun kedudukannya. Dan menetapkan penyembahan hanya kepada Allah saja semata.Dan ini adalah tauhid yang didakwahkan seluruh Rasul dan ditunjukkan oleh Al-Qur’an dari awal sampai akhirnya.”
Dari penjelasan di atas diketahui bahwa kalimat Laa Ilaaha Illallah mengandung dua rukun asasi yang harus terpenuhi sebagai syarat diterimanya syahadat seorang muslim yang mengucapkan kalimat tersebut:
Pertama: An-Nafyu (penafian/penolakan/peniadaan) yang terkandung dalam kalimat Laa Ilaaha. Yaitu menafikan, menolak dan meniadakan seluruh sembahan yang berhak untuk disembah bagaimanapun jenis dan bentuknya dari kalangan makhluk, baik yang hidup apalagi yang mati, baik malaikat yang terdekat dengan Allah maupun Rasul yang terutus terlebih lagi makhluk yang derajatnya di bawah keduanya.
Kedua: Al-Itsbat (penetapan) yang terkandung dalam kalimat Illallah. Yaitu menetapkan seluruh ibadah baik yang lahir seperti sholat, zakat, haji, menyembelih dan lain-lain maupun yang batin seperti tawakkal, harapan, ketakutan, kecintaan dan lain-lain. Baik dari ucapan seperti dzikir, membaca Al-Qur’an berdoa dan sebagainya maupun perbuatan seperti ruku dan sujud sewaktu sholat, tawaf dan sa`i ketika haji dan lain-lain hanya untuk Allah saja.
Maka syahadat seseorang belumlah benar jika salah satu dari dua rukun itu atau kedua-duanya tidak terlaksana. Misalnya ada orang yang hanya meyakini Allah itu berhak disembah (hanya menetapkan) tetapi juga menyembah yang lain atau tidak mengingkari penyembahan selain Allah (tidak menafikan).



                                                                        12
Berikut penyebutan beberapa ayat Al-Qur`an yang menerangkan dua rukun laa ilaha illallah ini:
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطاَّغُوْتِ وَيُؤْمِنْ باِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ باِلْعُرْوَةِ الْوُثْقاَ لاَ انفِصاَمَ لَهـاَ
“Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thagut dan beriman kepada Allah maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.”(QS. Al-Baqarah: 256).
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ. إِلَّا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ
“Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhan Yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku.” (QS. Az-Zukhruf: 26-27)
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.(QS. An-Nis a`: 36)
Untuk melaksanakan makna inilah Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan jin dan manusia serta langit dan bumi sebagai fasilitas buat mereka:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dz ariy at: 56)
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.”(QS. Al-Baqarah: 29)
Karenanya Allah mengutus para Rasul ‘alaihimush Sholatu was Salam:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”. (QS. An-Nahl: 36)
وَ مَا أَرْسَلْنَاَ مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُوْلٍ إِلاَّ نُوْحِيْ إِلَيْهِ أَنَّهُ لآَ إِلهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُوْنِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan kami mewahyukan

                                                                        13

Dan karenanya pulalah Allah Ta’ala menurunkan kitab-kitabNya:
الر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ ءَايَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ. أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا اللَّهَ
“Alif Laam Raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu, agar kamu tidak menyembah selain Allah.” (QS. Hud: 1-2)
إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ
“Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Qur’an) dengan (membawa) kebenaran.Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya.”(QS. Az-Zumar: 2)
Inilah kesimpulan makna dari kalimat tauhid yang agung dan mulia ini. Makna inilah yang dipahami oleh para shahabat dan para ulama yang datang setelah mereka sampai hari ini bahkan makna inilah yang diyakini dan dipahami oleh kaum musyrikin Quraisy di zaman Nabi Shollallahu ‘alai wa ‘ala alihi wasallam semisal Abu Jahl, Abu Lahab dan selainnya, sebagaimana yang diungkap oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala pencipta mereka:
إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ. وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُوا ءَالِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah” (Tiada sembahan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata: Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?.” (QS. Ash-Shoffat: 35-36)
أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ
“Mengapa ia menjadikan sembahan-sembahan itu sembahan Yang satu saja?Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.”(QS. Shod: 5)
Berkata Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah dalam Majmu’ Fatawabeliau (2/5): “Sesungguhnya saya telah melihat tulisan yang ditulis oleh saudara kita di jalan Allah Al-‘Allamah Asy-Syaikh ‘Umar bin Ahmad Al-Malib ary tentang makna laa ilaha illallah, dan saya memperhatikan apa yang beliau jelaskan tentang pendapat 3 kelompok dalam maknanya. Dan penjelasannya:


                                                                        14
Pertama: Laa Ma’buda bihaqqin illallah (Tidak ada sembahan yang berhak disembah kecuali Allah).
Kedua: Laa Mutho’a bihaqqin illallah (Tidak ada yang berhak ditaati kecuali Allah).
Ketiga: Laa Roba illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah).
Dan yang benar adalah (makna) yang pertama sebagaimana yang beliau jelaskan. Dan (makna) inilah yang ditunjukkan oleh Kitab Allah Subhanahu dalam beberapa tempat dalam Al-Qur`anul Karim, seperti dalam firmanNya Subhanahu:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.”(QS. Al-Fatihah: 5)
Dan firmanNya ‘Azza wa Jalla:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.”(QS. Al-Isra`: 23)
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
“(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al-Hajj: 62)





                                                                        15
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Dari pembahasan yang telah kami paparkan dapat diketahui bahwa Tauhid mempunyai berbagai macam fungsi dan peran yang dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan sosial yakni membebaskan manusia dari perbudakan mental dan penyembahan kepada semua makhluk, menjaga manusia dari nilai- nilai palsu yang bersumber pada hawa nafsu, gila kekuasaan, dan kesenangan- kesenangan sensual belaka, Sebagai frame of thought dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai pondasi keimanan yang juga menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan hidup seluruh umat manusia, ketika seluruh ajaran- ajarannya dilaksanakan secara konsisten, Mengajarkan kepada umat islam supaya menjadikan Allah SWT sebagai pusat kesadaran intelektual mereka. Maka jelaslah bahwa tauhid erat hubunganya dengan kehidupan sosial karena dengan ber tauhid manusia dapat mengetahui tujuan hidup mereka yaitu beribadah kepada Allah Subhanahu Wata’ala secara vertical yaitu langsung kepada Allah dengan ibadah makdoh dan Horizontal yaitu beribadah dengan sesama makhluk Allah dengan ibadah ghoirumakdoh.
 Dengan menancapakan kalimat Lailahailallah  dalam hati, maka akan diketahui bahwa segala hal bentuk penyembahan  terhadap sesama manusia merupakan suatu perbuatan yang bisa menduakan Allah SWT serta mengingkari kekuasaannya, karena Dialah yang menciptakan segala sesuatunya di alam ini, baik yang ada di langit maupun ada di bumi. Dan apabila semua ini dapat direalisasikan dalam kehidupan secara konsisten maka akan tercipta kehidupan yang bahagia dunia dan akhirat.

B.     Saran
Kita sebagai umat beragama sebaiknya dapat mengambil hikmah dari fungsi dan peran yang telah dibahas diatas.Dengan demikian, kita bisa menerapkan dalam kehidupan sehari-hari kita.
                                               
                                                            16





                                                                                          6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar