Mengenal Ilmu Hadits
Definisi Musthola'ah Hadits
HADITS ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan, taqrir, dan sebagainya.
ATSAR ialah sesuatu yang disandarkan kepada para sahabat Nabi Muhammad SAW.
TAQRIR ialah keadaan Nabi Muhammad SAW yang mendiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau diperkatakan oleh para sahabat di hadapan beliau.
SAHABAT ialah orang yang bertemu Rosulullah SAW dengan pertemuan yang wajar sewaktu beliau masih hidup, dalam keadaan islam lagi beriman dan mati dalam keadaan islam.
TABI'IN ialah orang yang menjumpai sahabat, baik perjumpaan itu lama atau sebentar, dan dalam keadaan beriman dan islam, dan mati dalam keadaan islam.
MATAN ialah lafadz hadits yang diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW, atau disebut juga isi hadits.
HADITS ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan, taqrir, dan sebagainya.
ATSAR ialah sesuatu yang disandarkan kepada para sahabat Nabi Muhammad SAW.
TAQRIR ialah keadaan Nabi Muhammad SAW yang mendiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau diperkatakan oleh para sahabat di hadapan beliau.
SAHABAT ialah orang yang bertemu Rosulullah SAW dengan pertemuan yang wajar sewaktu beliau masih hidup, dalam keadaan islam lagi beriman dan mati dalam keadaan islam.
TABI'IN ialah orang yang menjumpai sahabat, baik perjumpaan itu lama atau sebentar, dan dalam keadaan beriman dan islam, dan mati dalam keadaan islam.
MATAN ialah lafadz hadits yang diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW, atau disebut juga isi hadits.
Unsur-Unsur Yang Harus Ada Dalam Menerima Hadits
Rawi, yaitu orang yang menyampaikan atau menuliskan hadits dalam suatu kitab apa-apa yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang atau gurunya. Perbuatannya menyampaikan hadits tersebut dinamakan merawi atau meriwayatkan hadits dan orangnya disebut perawi hadits.
Sistem Penyusun Hadits Dalam Menyebutkan Nama Rawi
- As Sab'ah berarti diriwayatkan oleh tujuh perawi,
yaitu :
1. Ahmad
2. Bukhari
3. Turmudzi
4. Nasa'i
5. Muslim
6. Abu Dawud
7. Ibnu Majah - As Sittah berarti diriwayatkan oleh enam perawi
yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'ah) selain Ahmad
- Al Khomsah berarti diriwayatkan oleh lima perawi
yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'ah) selain Bukhari dan
Muslim
- Al Arba'ah berarti diriwayatkan oleh empat perawi
yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'a) selain Ahmad, Bukhari
dan Muslim.
- Ats Tsalasah berarti diriwayatkan oleh tiga
perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'ah) selain Ahmad,
Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah.
- Asy Syaikhon berarti diriwayatkan oleh dua orang
perawi yaitu : Bukhari dan Muslim
- Al Jama'ah berarti diriwayatkan oleh para perawi
yang banyak sekali jumlahnya (lebih dari tujuh perawi / As Sab'ah).
Matnu'l Hadits adalah pembicaraan (kalam) atau materi berita
yang berakhir pada sanad yang terakhir. Baik pembicaraan itu sabda
Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, sahabat ataupun tabi'in.
Baik isi pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi, maupun perbuatan sahabat yang
tidak disanggah oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam .
Sanad atau Thariq adalah jalan yang dapat menghubungkan matnu'l hadits kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam .
Sanad atau Thariq adalah jalan yang dapat menghubungkan matnu'l hadits kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam .
Gambaran Sanad
Untuk memahami pengertian sanad, dapat digambarkan sebagai berikut: Sabda Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam didengar oleh sahabat (seorang atau lebih). Sahabat ini (seorang atau lebih) menyampaikan kepada tabi'in (seorang atau lebih), kemudian tabi'in menyampaikan pula kepada orang-orang dibawah generasi mereka. Demikian seterusnya hingga dicatat oleh imam-imam ahli hadits seperti Muslim, Bukhari, Abu Dawud, dll.
Contoh:
Waktu meriwayatkan hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, Bukhari berkata hadits ini diucapkan kepada saya oleh A, dan A berkata diucapkan kepada saya oleh B, dan B berkata diucapkan kepada saya oleh C, dan C berkata diucapkan kepada saya oleh D, dan D berkata diucapkan kepada saya oleh Nabi Muhammad.
Awal Sanad dan akhir Sanad
Menurut istilah ahli hadits, sanad itu ada permulaannya (awal) dan ada kesudahannya (akhir). Seperti contoh diatas yang disebut awal sanad adalah A dan akhir sanad adalah D.
Untuk memahami pengertian sanad, dapat digambarkan sebagai berikut: Sabda Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam didengar oleh sahabat (seorang atau lebih). Sahabat ini (seorang atau lebih) menyampaikan kepada tabi'in (seorang atau lebih), kemudian tabi'in menyampaikan pula kepada orang-orang dibawah generasi mereka. Demikian seterusnya hingga dicatat oleh imam-imam ahli hadits seperti Muslim, Bukhari, Abu Dawud, dll.
Contoh:
Waktu meriwayatkan hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, Bukhari berkata hadits ini diucapkan kepada saya oleh A, dan A berkata diucapkan kepada saya oleh B, dan B berkata diucapkan kepada saya oleh C, dan C berkata diucapkan kepada saya oleh D, dan D berkata diucapkan kepada saya oleh Nabi Muhammad.
Awal Sanad dan akhir Sanad
Menurut istilah ahli hadits, sanad itu ada permulaannya (awal) dan ada kesudahannya (akhir). Seperti contoh diatas yang disebut awal sanad adalah A dan akhir sanad adalah D.
Klasifikasi Hadits
Klasifikasi hadits menurut dapat (diterima) atau
ditolaknya hadits sebagai hujjah (dasar hukum) adalah:
1. Hadits Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan
oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat dan
tidak janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang
samar-samar yang dapat menodai keshohihan suatu hadits.
2. Hadits Makbul adalah
hadits-hadits yang mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima sebagai Hujjah.
Yang termasuk hadits makbul adalah Hadits Shohih dan Hadits Hasan.
3. Hadits Hasan adalah
hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil, tapi tidak begitu kuat ingatannya
(hafalan), bersambung sanadnya, dan tidak terdapat illat serta kejanggalan pada
matannya. Hadits Hasan termasuk hadits yang Makbul, biasanya dibuat hujjah buat
sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau terlalu penting.
4. Hadits Dhoif adalah
hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shohih
atau hadits hasan. Hadits Dhoif banyak macam ragamnya dan mempunyai perbedaan
derajat satu sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits
shohih atau hasan yang tidak dipenuhinya.
Syarat-syarat Hadits Shohih
Suatu hadits dapat dinilai shohih apabila telah memenuhi 5 Syarat :
Suatu hadits dapat dinilai shohih apabila telah memenuhi 5 Syarat :
- Rawinya bersifat Adil
- Sempurna ingatan
- Sanadnya tidak terputus
- Hadits itu tidak berillat dan
- Hadits itu tidak janggal
Arti Adil dalam periwayatan, seorang rawi harus
memenuhi 4 syarat untuk dinilai adil, yaitu :
- Selalu memelihara perbuatan taat dan menjahui
perbuatan maksiat.
- Menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama
dan sopan santun.
- Tidak melakukan perkara-perkara Mubah yang dapat
menggugurkan iman kepada kadar dan mengakibatkan penyesalan.
- Tidak mengikuti pendapat salah satu madzhab yang
bertentangan dengan dasar Syara'.
Klasifikasi Hadits Dhoif berdasarkan kecacatan perawinya
- Hadits Maudhu': adalah hadits
yang diciptakan oleh seorang pendusta yang ciptaan itu mereka katakan
bahwa itu adalah sabda Nabi SAW, baik hal itu disengaja maupun tidak.
- Hadits Matruk: adalah hadits
yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang
dituduh dusta dalam perhaditsan.
- Hadits Munkar: adalah hadits
yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang
banyak kesalahannya, banyak kelengahannya atau jelas kefasiqkannya yang
bukan karena dusta. Di dalam satu jurusan jika ada hadits yang
diriwayatkan oleh dua hadits lemah yang berlawanan, misal yang satu lemah
sanadnya, sedang yang satunya lagi lebih lemah sanadnya, maka yang lemah
sanadnya dinamakan hadits Ma'ruf dan yang lebih lemah dinamakan hadits
Munkar.
- Hadits Mu'allal (Ma'lul,
Mu'all): adalah hadits yang tampaknya baik, namun setelah diadakan suatu
penelitian dan penyelidikan ternyata ada cacatnya. Hal ini terjadi karena
salah sangka dari rawinya dengan menganggap bahwa sanadnya bersambung,
padahal tidak. Hal ini hanya bisa diketahui oleh orang-orang yang ahli
hadits.
- Hadits Mudraj (saduran): adalah
hadits yang disadur dengan sesuatu yang bukan hadits atas perkiraan bahwa
saduran itu termasuk hadits.
- Hadits Maqlub: adalah hadits
yang terjadi mukhalafah (menyalahi hadits lain), disebabkan mendahului
atau mengakhirkan.
- Hadits Mudltharrib: adalah
hadits yang menyalahi dengan hadits lain terjadi dengan pergantian pada
satu segi yang saling dapat bertahan, dengan tidak ada yang dapat
ditarjihkan (dikumpulkan).
- Hadits Muharraf: adalah hadits
yang menyalahi hadits lain terjadi disebabkan karena perubahan Syakal
kata, dengan masih tetapnya bentuk tulisannya.
- Hadits Mushahhaf: adalah hadits
yang mukhalafahnya karena perubahan titik kata, sedang bentuk tulisannya
tidak berubah.
- Hadits Mubham: adalah hadits
yang didalam matan atau sanadnya terdapat seorang rawi yang tidak
dijelaskan apakah ia laki-laki atau perempuan.
- Hadits Syadz (kejanggalan):
adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang makbul (tsiqah)
menyalahi riwayat yang lebih rajih, lantaran mempunyai kelebihan
kedlabithan atau banyaknya sanad atau lain sebagainya, dari segi
pentarjihan.
- Hadits Mukhtalith: adalah
hadits yang rawinya buruk hafalannya, disebabkan sudah lanjut usia,
tertimpa bahaya, terbakar atau hilang kitab-kitabnya.
Klasifikasi hadits Dhoif berdasarkan gugurnya rawi
- Hadits Muallaq: adalah hadits
yang gugur (inqitha') rawinya seorang atau lebih dari awal sanad.
- Hadits Mursal: adalah hadits
yang gugur dari akhir sanadnya, seseorang setelah tabi'in.
- Hadits Mudallas: adalah hadits
yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan, bahwa hadits itu tiada
bernoda. Rawi yang berbuat demikian disebut Mudallis.
- Hadits Munqathi': adalah hadits
yang gugur rawinya sebelum sahabat, disatu tempat, atau gugur dua orang
pada dua tempat dalam keadaan tidak berturut-turut.
- Hadits Mu'dlal: adalah hadits
yang gugur rawi-rawinya, dua orang atau lebih berturut turut, baik sahabat
bersama tabi'in, tabi'in bersama tabi'it tabi'in, maupun dua orang sebelum
sahabat dan tabi'in.
Klasifikasi hadits Dhoif berdasarkan sifat matannya
- Hadits Mauquf: adalah hadits
yang hanya disandarkan kepada sahabat saja, baik yang disandarkan itu
perkataan atau perbuatan dan baik sanadnya bersambung atau terputus.
- Hadits Maqthu': adalah
perkataan atau perbuatan yang berasal dari seorang tabi'in serta di
mauqufkan padanya, baik sanadnya bersambung atau tidak.
Apakah Boleh Berhujjah dengan
hadits Dhoif ?
Para ulama sepakat melarang meriwayatkan hadits dhoif
yang maudhu' tanpa menyebutkan kemaudhu'annya. Adapun kalau hadits dhoif itu
bukan hadits maudhu' maka diperselisihkan tentang boleh atau tidaknya
diriwayatkan untuk berhujjah. Berikut ini pendapat yang ada yaitu:
Pendapat Pertama Melarang secara mutlak meriwayatkan segala macam hadits
dhoif, baik untuk menetapkan hukum, maupun untuk memberi sugesti amalan utama.
Pendapat ini dipertahankan oleh Abu Bakar Ibnul 'Araby.
Pendapat Kedua Membolehkan, kendatipun dengan melepas sanadnya dan tanpa menerangkan sebab-sebab kelemahannya, untuk memberi sugesti, menerangkan keutamaan amal (fadla'ilul a'mal dan cerita-cerita, bukan untuk menetapkan hukum-hukum syariat, seperti halal dan haram, dan bukan untuk menetapkan aqidah-aqidah).
Pendapat Kedua Membolehkan, kendatipun dengan melepas sanadnya dan tanpa menerangkan sebab-sebab kelemahannya, untuk memberi sugesti, menerangkan keutamaan amal (fadla'ilul a'mal dan cerita-cerita, bukan untuk menetapkan hukum-hukum syariat, seperti halal dan haram, dan bukan untuk menetapkan aqidah-aqidah).
Para imam seperti Ahmad bin hambal, Abdullah bin al
Mubarak berkata: "Apabila kami meriwayatkan hadits tentang halal, haram
dan hukum-hukum, kami perkeras sanadnya dan kami kritik rawi-rawinya. Tetapi
bila kami meriwayatkan tentang keutamaan, pahala dan siksa kami permudah dan
kami perlunak rawi-rawinya."
Karena itu, Ibnu Hajar Al Asqalany termasuk ahli hadits yang membolehkan berhujjah dengan hadits dhoif untuk fadla'ilul amal. Ia memberikan 3 syarat dalam hal meriwayatkan hadits dhoif, yaitu:
Karena itu, Ibnu Hajar Al Asqalany termasuk ahli hadits yang membolehkan berhujjah dengan hadits dhoif untuk fadla'ilul amal. Ia memberikan 3 syarat dalam hal meriwayatkan hadits dhoif, yaitu:
- Hadits dhoif itu tidak keterlaluan. Oleh karena
itu, untuk hadits-hadits dhoif yang disebabkan rawinya pendusta, tertuduh
dusta, dan banyak salah, tidak dapat dibuat hujjah kendatipun untuk
fadla'ilul amal.
- Dasar amal yang ditunjuk oleh hadits dhoif
tersebut, masih dibawah satu dasar yang dibenarkan oleh hadits yang dapat
diamalkan (shahih dan hasan)
- Dalam mengamalkannya tidak mengitikadkan atau
menekankan bahwa hadits tersebut benar-benar bersumber kepada nabi, tetapi
tujuan mengamalkannya hanya semata mata untuk ikhtiyath (hati-hati)
belaka.
Klasifikasi hadits dari segi sedikit atau banyaknya rawi :
[1] Hadits Mutawatir: adalah suatu hadits hasil tanggapan dari panca indra, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat dusta.
Syarat syarat hadits mutawatir
- Pewartaan yang disampaikan oleh rawi-rawi
tersebut harus berdasarkan tanggapan panca indra. Yakni warta yang mereka
sampaikan itu harus benar benar hasil pendengaran atau penglihatan mereka
sendiri.
- Jumlah rawi-rawinya harus mencapai satu ketentuan
yang tidak memungkinkan mereka bersepakat bohong/dusta.
- Adanya keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam
lapisan pertama dengan jumlah rawi-rawi pada lapisan berikutnya. Kalau suatu
hadits diriwayatkan oleh 5 sahabat maka harus pula diriwayatkan oleh 5
tabi'in demikian seterusnya, bila tidak maka tidak bisa dinamakan hadits
mutawatir.
[2] Hadits Ahad: adalah hadits yang tidak memenuhi syarat syarat
hadits mutawatir.
Klasifikasi hadits Ahad
Klasifikasi hadits Ahad
- Hadits Masyhur: adalah hadits yang diriwayatkan
oleh 3 orang rawi atau lebih, serta belum mencapai derajat mutawatir.
- Hadits Aziz: adalah hadits yang diriwayatkan oleh
2 orang rawi, walaupun 2 orang rawi tersebut pada satu thabaqah (lapisan)
saja, kemudian setelah itu orang-orang meriwayatkannya.
- Hadits Gharib: adalah hadits yang dalam sanadnya
terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkan, dimana saja
penyendirian dalam sanad itu terjadi.
Hadits Qudsi atau Hadits Rabbani atau Hadits Ilahi
Adalah sesuatu yang dikabarkan oleh Allah kepada nabiNya dengan melalui ilham atau impian, yang kemudian nabi menyampaikan makna dari ilham atau impian tersebut dengan ungkapan kata beliau sendiri.
Perbedaan Hadits Qudsi dengan hadits Nabawi
Pada hadits qudsi biasanya diberi ciri ciri dengan dibubuhi kalimat-kalimat :
- Qala ( yaqalu ) Allahu
- Fima yarwihi 'anillahi Tabaraka wa Ta'ala
- Lafadz lafadz lain yang semakna dengan apa yang
tersebut diatas.
Perbedaan Hadits Qudsi dengan Al-Qur'an:
- Semua lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah mukjizat dan
mutawatir, sedang hadits qudsi tidak demikian.
- Ketentuan hukum yang berlaku bagi Al-Qur'an,
tidak berlaku pada hadits qudsi. Seperti larangan menyentuh, membaca pada
orang yang berhadats, dll.
- Setiap huruf yang dibaca dari Al-Qur'an
memberikan hak pahala kepada pembacanya.
- Meriwayatkan Al-Qur'an tidak boleh dengan
maknanya saja atau mengganti lafadz sinonimnya, sedang hadits qudsi tidak
demikian.
Bid'ah
Yang dimaksud dengan bid'ah ialah sesuatu bentuk ibadah yang dikategorikan dalam menyembah Allah yang Allah sendiri tidak memerintahkannya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak menyontohkannya, serta para sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak menyontohkannya.
Kewajiban sebagai seorang muslim adalah mengingatkan amar ma'ruf nahi munkar kepada saudara-saudara seiman yang masih sering mengamalkan amalan-amalan ataupun cara-cara bid'ah.
Alloh berfirman, dalam QS Al-Maidah ayat 3, "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu." Jadi tidak ada satu halpun yang luput dari penyampaian risalah oleh Nabi. Sehingga jika terdapat hal-hal baru yang berhubungan dengan ibadah, maka itu adalah bid'ah.
"Kulu bid'ah dholalah..." semua bid'ah adalah sesat (dalam masalah ibadah). "Wa dholalatin fin Naar..." dan setiap kesesatan itu adanya dalam neraka.
Beberapa hal seperti speaker, naik pesawat, naik mobil, pakai pasta gigi, tidak dapat dikategorikan sebagai bid'ah. Semua hal ini tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk ibadah yang menyembah Allah. Ada tata cara dalam beribadah yang wajib dipenuhi, misalnya dalam hal sembahyang ada ruku, sujud, pembacaan al-Fatihah, tahiyat, dst. Ini semua adalah wajib dan siapa pun yang menciptakan cara baru dalam sembahyang, maka itu adalah bid'ah. Ada tata cara dalam ibadah yang dapat kita ambil hikmahnya. Seperti pada zaman Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menggunakan siwak, maka sekarang menggunakan sikat gigi dan pasta gigi, terkecuali beberapa muslim di Arab, India, dst.
Menemukan hal baru dalam ilmu pengetahuan bukanlah bid'ah, bahkan dapat menjadi ladang amal bagi umat muslim. Banyak muncul hadits-hadits yang bermuara (matannya) kepada hal bid'ah. Dan ini sangat sulit sekali untuk diingatkan kepada para pengamal bid'ah.
Apakah yang menyebabkan timbulnya Hadits-Hadits Palsu?
Didalam Kitab Khulaashah Ilmil Hadits dijelaskan bahwa
kabar yang datang pada Hadits ada tiga macam:
- Yang wajib dibenarkan (diterima).
- Yang wajib ditolak (didustakan, tidak boleh
diterima) yaitu Hadits yang diadakan orang mengatasnamakan
Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.
- Yang wajib ditangguhkan (tidak boleh diamalkan)
dulu sampai jelas penelitian tentang kebenarannya, karena ada dua
kemungkinan. Boleh jadi itu adalah ucapan Nabi dan boleh jadi pula itu
bukan ucapan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam (dipalsukan
atas nama Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam).
Untuk mengetahui apakah Hadits itu palsu atau tidak,
ada beberapa cara, diantaranya:
- Atas pengakuan orang yang memalsukannya. Misalnya
Imam Bukhari pernah meriwayatkan dalam Kitab Taarikhut Ausath dari 'Umar
bin Shub-bin bin 'Imran At-Tamiimy sesungguhnya dia pernah berkata,
artinya: Aku pernah palsukan khutbah Rosululloh Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam. Maisaroh bin Abdir Rabbik Al-Farisy pernah mengakui
bahwa dia sendiri telah memalsukan Hadits hadits yang berhubung-an dengan
Fadhilah Qur'an (Keutamaan Al-Qur'an) lebih dari 70 hadits, yang sekarang
banyak diamalkan oleh ahli-ahli Bid'ah. Menurut pengakuan Abu 'Ishmah Nuh
bin Abi Maryam bahwa dia pernah memalsukan dari Ibnu Abbas beberapa Hadits
yang hubungannya dengan Fadhilah Qur'an satu Surah demi Surah. (Kitab
Al-Baa'itsul Hatsiits).
- Dengan memperhatikan dan mempelajari tanda-tanda/qorinah
yang lain yang dapat menunjukkan bahwa Hadits itu adalah Palsu. Misalnya
dengan melihat dan memperhatikan keadaan dan sifat perawi yang
meriwayatkan Hadits itu.
- Terdapat ketidaksesuaian makna dari matan (isi
cerita) hadits tersebut dengan Al-Qur'an. Hadits tidak pernah bertentangan
dengan apa yang ada dalam ayat-ayat Qur'an.
- Terdapat kekacauan atau terasa berat didalam
susunannya, baik lafadznya ataupun ditinjau dari susunan bahasa dan
Nahwunya (grammarnya).
Sebab-sebab terjadi atas
timbulnya Hadits-hadits Palsu
- Adanya kesengajaan dari pihak lain untuk merusak
ajaran Islam. Misalnya dari kaum Orientalis Barat yang sengaja mempelajari
Islam untuk tujuan menghancurkan Islam (seperti Snouck Hurgronje).
- Untuk menguatkan pendirian atau madzhab suatu
golongan tertentu. Umumnya dari golongan Syi'ah, golongan Tareqat,
golongan Sufi, para Ahli Bid'ah, orang-orang Zindiq, orang yang menamakan
diri mereka Zuhud, golongan Karaamiyah, para Ahli Cerita, dan lain-lain.
Semua yang tersebut ini membolehkan untuk meriwayatkan atau mengadakan
Hadits-hadits Palsu yang ada hubungannya dengan semua amalan-amalan yang
mereka kerjakan. Yang disebut 'Targhiib' atau sebagai suatu ancaman yang
yang terkenal dengan nama 'At-Tarhiib'.
- Untuk mendekatkan diri kepada Sultan, Raja,
Penguasa, Presiden, dan lain-lainnya dengan tujuan mencari kedudukan.
- Untuk mencari penghidupan dunia (menjadi mata
pencaharian dengan menjual hadits-hadits Palsu).
- Untuk menarik perhatian orang sebagaimana yang
telah dilakukan oleh para ahli dongeng dan tukang cerita, juru khutbah,
dan lain-lainnya.
Hukum meriwayatkan Hadits-hadits Palsu
- Secara Muthlaq, meriwayatkan hadits-hadits palsu
itu hukumnya haram bagi mereka yang sudah jelas mengetahui bahwa hadits
itu palsu.
- Bagi mereka yang meriwayatkan dengan tujuan
memberi tahu kepada orang bahwa hadits ini adalah palsu (menerangkan
kepada mereka sesudah meriwayatkan atau mebacakannya) maka tidak ada dosa
atasnya.
- Mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian
meriwayatkannya atau mereka mengamalkan makna hadits tersebut karena tidak
tahu, maka tidak ada dosa atasnya. Akan tetapi sesudah mendapatkan
penjelasan bahwa riwayat atau hadits yang dia ceritakan atau amalkan itu
adalah hadits palsu, maka hendaklah segera dia tinggalkannya, kalau tetap
dia amalkan sedang dari jalan atau sanad lain tidak ada sama sekali, maka
hukumnya tidak boleh (berdosa - dari Kitab Minhatul Mughiits).
(Sumber Rujukan: Kitab Hadits Dhaif dan Maudhlu -
Muhammad Nashruddin Al-Albany; Kitab Hadits Maudhlu - Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah;
Kitab Mengenal Hadits Maudhlu - Muhammad bin Ali Asy-Syaukaaniy; Kitab
Kalimat-kalimat Thoyiib - Ibnu Taimiyah (tahqiq oleh Muhammad Nashruddin
Al-Albany); Kitab Mushtholahul Hadits - A. Hassan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar