KONSEP KEPEMIMPINAN
Konsep Kepemimpinan dalam Islam
Dalam buku-buku manajemen kepemimpinan
sering kali disebutkan bagi orang yang mempunyai kemampuan mengatur dan
menguasai orang lain dengan sebuah tujuan tertentu.
Menurut pendapat yang lain bahwa kepemimpinan
adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh individu untuk mengkoordinasi dan
memberi arahan kepada individu atau kelompok lain yang tergabung dalam wadah
tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kepemimpinan merupakan suatu amanah dan
tanggung jawab yang tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada anggota-anggtota
yang dipimpinnya. Tetapi kepemimpinan tersebut juga akan dipertanggungjawabkan
kepada Allah SWT. diakhirat. Oleh karena itu kepemimpinan islam meliputi dua
dimensi yaitu dimensi manusia dan dimensi ketuhanan.
Kepemimpinan dalam persepektif islam
ditemukan menggunakan istilah khusus. Yang paling pertama dikenal dalam islam
adalah istilah spiritual yang berasal dari kata-kata seperti il-Imam,
al-Khalifah, al-amir, al-Malik, dan as-Sultan.
Bentuk-bentuk kepemimpinan tersebut
mempunyai ciri tersendiri
1.
Al-Khalifah
Secara bahawa berarti jadi (ada)
dibelakang dan didefinisikan sebagai orang yang menggantikan seseoarang dari
yang sebelumnya. Menurut para umala berarti sang penghinu kemakmuran (ibn
ishaq), wakil Tuhan (ibn Abbas), dan sang penerus (al-Tabari). Dalam kegiatan
empirik di tataran sejarah islam nama khalifah berkembang menjadi gelar
kepemimpinan dalam islam. Ayat-ayat yang menjelaskan tentang khalifah ada 9
ayat. Diantaranya adalah al-Baqarah: 30; al-Anam: 165; al-araf: 69, 74, 129;
Yunus: 73; an-Naml: 62; Shad: 26.
Seperti yang termaktub dalam Al-quran
tersebut bahwa masyarakat harus memilih seorang pemimpin dari kalangannya
seperti yang sudah dijelaskan pada ayat-ayat Allah. Di dalam Al-Quran kata
khalifah dalam bentuk Mufrod (tunggal), menurut Quraish Shihab dalam buku
“Membumikan Alquran” terbitan Mizan, disebut sebanyak dua kali. Sedangkan dalam
bentuk jamak (plural), alquran menggunakan dua bentuk. Pertama kata khalaif
yang terulang sebanyak empat kali. Dan kata Khulafa’ yang ditulis sebanyak tiga
kali. Semua kata kata tersebut berakar dari kata Khulafa’ yang pada awalnya
berarti “ Di belakang “.
2.
Al-Amir
Secara bahasa berasal dari akta yang
berarti menyuruh, lawan kata dari melarang, dan dari kata berarti musyawarah.
Secara istilah berarti orang yang memerintah dan dapat diajak bermusyawarah.
Dalam sejarah islam istilah yang sering digunakan adalah amir al mukminin.
Kata amir yang berarti pemimpin merujuk
pada ayat Al-Quran surat an-Nisa: 59. Di dalam tafsir menyebutkan bahwa amir
adalah seorang umaro, ada juga yang mengartikan bhawa amir adalah ahlul ilmi
wal fiqh, dan masih banyak lagi yang berpendapat lain, tetapi untuk kesemuanya
menunjukkan bahwa pengertian amir adalah pemimpin. Dimana seorang pemimpin yang
mempunyai pengetahuan tentang ilmu keduniaan maupun tentang ilu fiqh (ilmu
agama), dapat menjadi tauladan dan panutan, adil, sehat mental dan fisik,
lengkap anggota badan, secat mengambil keputusan dan pandai bersiasat,
pemberani, mempunyai keturunan yang baik.
Menurut kaidah menyebutkan bahwa: la
thoata li makhluqin fi mashiyat al-Khaliq (tidak dibenarkan adanya ketaatan
kepada seoarang makhluk dalam kemaksiatan kepada Khaliq (Allah).
3.
Al- Imam
Kata al-Imam berasal dari kata yang
berarti menuju ke depan, dan berarti setiap orang yang diikuti oleh kaum yang
sudah berada pada jalan yang benar atau mereka yang sesat. Dalam islam
seseorang yang memimpin sholat disebut Imam.
Apabila dikaitkan dengan sebuah
kepemimpinan maka seorang pemimpin harus mempunyai kriteria sebagai seorang
pemimpin. Seperti misalnya bahwa seorang pemimpin harus mempunyai pengetahuan
yang luas (al-Baqarah: 31, Shad: 20). Seperti misalnya Imam dalam sholat menunjukkan
orang yang di depan dan sebagai seoarang yang berada paling depa yang
menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus menjadi suri tauladan bagi
pengikutnya.
Didalam Al-Quran kata al-imam terdapat 7
kali dengan makna yang berbeda-beda. Beberapa ayat diantaranya adalah dala
surat al-Baqarah: 124, al-Furqan: 74.
4.
As-Sultan
Secara bahasa berasal dari kata yang
berarti memaksa, dan menguasai. Dalam sejarah islam kata ini berkembang dari
istilah khalifah islam yang bermarkas di damaskus maupun di baghdad,
masing-masing memiliki legitimasi sebagai khalifah.
5.
Al-Mulk dan al-Malik
Al-Milk berasal dari kata yang berarti
kerajaan dan menguasai. Sedangkan al-Malik berasal dari kata yang berarti
pemilik pemerintah dan kekuasaan pada suatu bangsa, suku atau negeri.
Kata malik terulang dalam quran
sebanyak 5 kali, 3 diantaranya dalam surat al-Zukhruf: 77, al-Fatihah: 4,
al-Nas: 2, sedangkan dua diantaranya di rangkai dengan kata haq pada
surt Thaha: 114, dan surat al-Mukminun: 116. Sedangkan malikul mulki hanya ada
terdapat pada surat ali Imran: 26 sebagai berikut:
قُلِ
اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَاء وَتَنزِعُ الْمُلْكَ
مِمَّن تَشَاء وَتُعِزُّ مَن تَشَاء وَتُذِلُّ مَن تَشَاء بِيَدِكَ الْخَيْرُ
إِنَّكَ عَلَىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ -٢٦
Artinya: Dia-lah yang Menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di
bumi. Barangsiapa kafir, maka (akibat) kekafirannya akan menimpa dirinya
sendiri. Dan kekafiran orang-orang kafir itu hanya akan menambah kemurkaan di
sisi Tuhan mereka. Dan kekafiran orang-orang kafir itu hanya akan menambah
kerugian mereka belaka.
(ali
Imran: 26)
Dari bentuk kepemimpinan yang sesuai
dengan pandangan islam tersebut kesemuanya mempunyai prinsip seperti yang telah
ditunjukkan dalam a-Quran sebagai berikut: mempunyai hikmah (an-Nahl: 125),
musyawarah (ali Imran: 159, as-Syra: 38), qudwah atau tauladan
(al-Ahzab: 21), adil (al-Maidah: 8), kelembutan hati dan saling mendoakan
(al-Qolam: 10), kebebasan berpikir, sinergi membangun kebersamaan.
Model kepemimpinan Nabi dan Rosul
1.
Siddiq (jujur, apa adanya)
2.
Amanah (dapat dipercaya) (al-Ahzab:
72)
3.
Tabligh (menyampaikan, mengutarakan,
memberi atau mengeluarkan sesuatu kepada orang lain). (ali-Imran: 110, an-Nahl:
90).
4.
Fathanah (cerdik, pandai, cerdas,
pintar)
Cerdik digunakan untuk membangun dan merancang sebuah strategi
atau siasat. Pandai digunakan untuk menyelesaikan masalah. Cerdas digunakan
untuk percepatan penyelesaian sebuah problem. Sedangkan pintar digunakan untuk
mencari berbagai macam alternafit penyelesaian terbaik.
Model kepemimpinan di Indonesia
Kepemimpinan di Indonesia menganut sistem
kepemimpinan pacasila yang mana kepemimpinan tersebt harus di dasari dan
bersumber pada nilali-nilai pancasila dan falsafah pancasila. Dari pemahaman
nilai-nilai pancasila tersebut nantinya akan membentuk suatu kesadaran
bagaimana perencanaan, pelaksanaan, dan tujuan pembangunan yang ingin dicapai.
Kemudian dengan menggabungkan dengan nilai-nilai tradisional yang luhur untuk
meningkatkan kemajuan dan kemampuan bangsa indonesia. Sesuai dengan niali-nilai
yang tercantum dalam pancasila, maka seorang pemimpin harus memiliki sifat
ketuhanan, kemasyarakatan yang berpengalaman dan berpengetahuan yang luas
sehingga dapat memajukan bangsa diberbagai aspek kegiatan.
***
Diatas telah dikemukakan berbagai bentuk
kepemimpinan secara teoritis yang menjelaskan tentang bagaimana sikap seorang
pemimpin, syarat sebagai seorang pemimpin dan bagaimana tingkah laku yang harus
diterapkan sebagai seorang pemimpin. Bentuk teoritis yang dikemukakan merupakan
sebuah bentuk kepemimpinan secara ideal yang mana kepemimpinan tersebut tidak
akan terlepas dari tanggung jawab (amanah). Yaitu tanggung jawab yang diberikan
oleh masyarakat yang telah memilihnya dan tanggung jawab yang nantinya akan
dipertanyakan oleh Allah.
Peranan dalam kepemimpinan tersebut
sangatlah berat dan mempunyai efek yang sangat besar, karena tidak hanya diri
sendiri yang terkena imbasnya, tetapi juga orang lain (orang di pimpin).
Sehingga pantaslah apabila seorang pemimpin merupakan ujung tombak dari
berhasilnya sebuah tujuan yang di junjung bersama. Sebagaimana yang telah di
sampaikan Nabi Muhammad dalam sabdanya, bahwa setiap individu merupakan
pemimpin dari pribadinya sendiri.
Dari kata-kata tersebut maka wajib
hukumnya untuk selalu menjaga pribadinya dalam keadaan prima, jasmani maupun
ruhaninya. Keadaan prima tersebut dengan diasupi ilmu pengetahuan agama maupun
pengetahuan umum, sehingga dapat memimpin dirinya sendiri dalam tingkatan yang
paling kecil. Untuk mencapai pengetahuan tersebut membutuhkan kedisiplinan,
kemauan, keuletan yang harus di biasakan secara kontinue.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar