Kamis, 22 Mei 2014

konsep kepemimpinan


KONSEP KEPEMIMPINAN
Konsep Kepemimpinan dalam Islam
Dalam buku-buku manajemen kepemimpinan sering kali disebutkan bagi orang yang mempunyai kemampuan mengatur dan menguasai orang lain dengan sebuah tujuan tertentu.
Menurut pendapat yang lain bahwa kepemimpinan adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh individu untuk mengkoordinasi dan memberi arahan kepada individu atau kelompok lain yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kepemimpinan merupakan suatu amanah dan tanggung jawab yang tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada anggota-anggtota yang dipimpinnya. Tetapi kepemimpinan tersebut juga akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. diakhirat. Oleh karena itu kepemimpinan islam meliputi dua dimensi yaitu dimensi manusia dan dimensi ketuhanan.
Kepemimpinan dalam persepektif islam ditemukan menggunakan istilah khusus. Yang paling pertama dikenal dalam islam adalah istilah spiritual yang berasal dari kata-kata seperti il-Imam, al-Khalifah, al-amir, al-Malik, dan as-Sultan.
Bentuk-bentuk kepemimpinan tersebut mempunyai ciri tersendiri
1.        Al-Khalifah
Secara bahawa berarti jadi (ada) dibelakang dan didefinisikan sebagai orang yang menggantikan seseoarang dari yang sebelumnya. Menurut para umala berarti sang penghinu kemakmuran (ibn ishaq), wakil Tuhan (ibn Abbas), dan sang penerus (al-Tabari). Dalam kegiatan empirik di tataran sejarah islam nama khalifah berkembang menjadi gelar kepemimpinan dalam islam. Ayat-ayat yang menjelaskan tentang khalifah ada 9 ayat. Diantaranya adalah al-Baqarah: 30; al-Anam: 165; al-araf: 69, 74, 129; Yunus: 73; an-Naml: 62; Shad: 26.
Seperti yang termaktub dalam Al-quran tersebut bahwa masyarakat harus memilih seorang pemimpin dari kalangannya seperti yang sudah dijelaskan pada ayat-ayat Allah. Di dalam Al-Quran kata khalifah dalam bentuk Mufrod (tunggal), menurut Quraish Shihab dalam buku “Membumikan Alquran” terbitan Mizan, disebut sebanyak dua kali. Sedangkan dalam bentuk jamak (plural), alquran menggunakan dua bentuk. Pertama kata khalaif yang terulang sebanyak empat kali. Dan kata Khulafa’ yang ditulis sebanyak tiga kali. Semua kata kata tersebut berakar dari kata Khulafa’ yang pada awalnya berarti “ Di belakang “.
2.        Al-Amir
Secara bahasa berasal dari akta yang berarti menyuruh, lawan kata dari melarang, dan dari kata berarti musyawarah. Secara istilah berarti orang yang memerintah dan dapat diajak bermusyawarah. Dalam sejarah islam istilah yang sering digunakan adalah amir al mukminin.
Kata amir yang berarti pemimpin merujuk pada ayat Al-Quran surat an-Nisa: 59. Di dalam tafsir menyebutkan bahwa amir adalah seorang umaro, ada juga yang mengartikan bhawa amir adalah ahlul ilmi wal fiqh, dan masih banyak lagi yang berpendapat lain, tetapi untuk kesemuanya menunjukkan bahwa pengertian amir adalah pemimpin. Dimana seorang pemimpin yang mempunyai pengetahuan tentang ilmu keduniaan maupun tentang ilu fiqh (ilmu agama), dapat menjadi tauladan dan panutan, adil, sehat mental dan fisik, lengkap anggota badan, secat mengambil keputusan dan pandai bersiasat, pemberani, mempunyai keturunan yang baik.
Menurut kaidah menyebutkan bahwa: la thoata li makhluqin fi mashiyat al-Khaliq (tidak dibenarkan adanya ketaatan kepada seoarang makhluk dalam kemaksiatan kepada Khaliq (Allah).
3.        Al- Imam
Kata al-Imam berasal dari kata yang berarti menuju ke depan, dan berarti setiap orang yang diikuti oleh kaum yang sudah berada pada jalan yang benar atau mereka yang sesat. Dalam islam seseorang yang memimpin sholat disebut Imam.
Apabila dikaitkan dengan sebuah kepemimpinan maka seorang pemimpin harus mempunyai kriteria sebagai seorang pemimpin. Seperti misalnya bahwa seorang pemimpin harus mempunyai pengetahuan yang luas (al-Baqarah: 31, Shad: 20). Seperti misalnya Imam dalam sholat menunjukkan orang yang di depan dan sebagai seoarang yang berada paling depa yang menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus menjadi suri tauladan bagi pengikutnya.
Didalam Al-Quran kata al-imam terdapat 7 kali dengan makna yang berbeda-beda. Beberapa ayat diantaranya adalah dala surat al-Baqarah: 124, al-Furqan: 74.
4.        As-Sultan
Secara bahasa berasal dari kata yang berarti memaksa, dan menguasai. Dalam sejarah islam kata ini berkembang dari istilah khalifah islam yang bermarkas di damaskus maupun di baghdad, masing-masing memiliki legitimasi sebagai khalifah.
5.        Al-Mulk dan al-Malik
Al-Milk berasal dari kata yang berarti kerajaan dan menguasai. Sedangkan al-Malik berasal dari kata yang berarti pemilik pemerintah dan kekuasaan pada suatu bangsa, suku atau negeri.
Kata malik terulang dalam quran sebanyak 5 kali, 3 diantaranya dalam surat al-Zukhruf: 77, al-Fatihah: 4, al-Nas: 2, sedangkan dua diantaranya di rangkai dengan kata haq pada surt Thaha: 114, dan surat al-Mukminun: 116. Sedangkan malikul mulki hanya ada terdapat pada surat ali Imran: 26 sebagai berikut:
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَاء وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن تَشَاء وَتُعِزُّ مَن تَشَاء وَتُذِلُّ مَن تَشَاء بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ -٢٦
Artinya: Dia-lah yang Menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi. Barangsiapa kafir, maka (akibat) kekafirannya akan menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang kafir itu hanya akan menambah kemurkaan di sisi Tuhan mereka. Dan kekafiran orang-orang kafir itu hanya akan menambah kerugian mereka belaka.
(ali Imran: 26)
Dari bentuk kepemimpinan yang sesuai dengan pandangan islam tersebut kesemuanya mempunyai prinsip seperti yang telah ditunjukkan dalam a-Quran sebagai berikut: mempunyai hikmah (an-Nahl: 125), musyawarah (ali Imran: 159, as-Syra: 38), qudwah atau tauladan (al-Ahzab: 21), adil (al-Maidah: 8), kelembutan hati dan saling mendoakan (al-Qolam: 10), kebebasan berpikir, sinergi membangun kebersamaan.
Model kepemimpinan Nabi dan Rosul
1.        Siddiq (jujur, apa adanya)
2.        Amanah (dapat dipercaya) (al-Ahzab: 72)
3.        Tabligh (menyampaikan, mengutarakan, memberi atau mengeluarkan sesuatu kepada orang lain). (ali-Imran: 110, an-Nahl: 90).
4.        Fathanah (cerdik, pandai, cerdas, pintar)
Cerdik digunakan untuk membangun dan merancang sebuah strategi atau siasat. Pandai digunakan untuk menyelesaikan masalah. Cerdas digunakan untuk percepatan penyelesaian sebuah problem. Sedangkan pintar digunakan untuk mencari berbagai macam alternafit penyelesaian terbaik.
Model kepemimpinan di Indonesia
Kepemimpinan di Indonesia menganut sistem kepemimpinan pacasila yang mana kepemimpinan tersebt harus di dasari dan bersumber pada nilali-nilai pancasila dan falsafah pancasila. Dari pemahaman nilai-nilai pancasila tersebut nantinya akan membentuk suatu kesadaran bagaimana perencanaan, pelaksanaan, dan tujuan pembangunan yang ingin dicapai. Kemudian dengan menggabungkan dengan nilai-nilai tradisional yang luhur untuk meningkatkan kemajuan dan kemampuan bangsa indonesia. Sesuai dengan niali-nilai yang tercantum dalam pancasila, maka seorang pemimpin harus memiliki sifat ketuhanan, kemasyarakatan yang berpengalaman dan berpengetahuan yang luas sehingga dapat memajukan bangsa diberbagai aspek kegiatan.
***
Diatas telah dikemukakan berbagai bentuk kepemimpinan secara teoritis yang menjelaskan tentang bagaimana sikap seorang pemimpin, syarat sebagai seorang pemimpin dan bagaimana tingkah laku yang harus diterapkan sebagai seorang pemimpin. Bentuk teoritis yang dikemukakan merupakan sebuah bentuk kepemimpinan secara ideal yang mana kepemimpinan tersebut tidak akan terlepas dari tanggung jawab (amanah). Yaitu tanggung jawab yang diberikan oleh masyarakat yang telah memilihnya dan tanggung jawab yang nantinya akan dipertanyakan oleh Allah.
Peranan dalam kepemimpinan tersebut sangatlah berat dan mempunyai efek yang sangat besar, karena tidak hanya diri sendiri yang terkena imbasnya, tetapi juga orang lain (orang di pimpin). Sehingga pantaslah apabila seorang pemimpin merupakan ujung tombak dari berhasilnya sebuah tujuan yang di junjung bersama. Sebagaimana yang telah di sampaikan Nabi Muhammad dalam sabdanya, bahwa setiap individu merupakan pemimpin dari pribadinya sendiri.
Dari kata-kata tersebut maka wajib hukumnya untuk selalu menjaga pribadinya dalam keadaan prima, jasmani maupun ruhaninya. Keadaan prima tersebut dengan diasupi ilmu pengetahuan agama maupun pengetahuan umum, sehingga dapat memimpin dirinya sendiri dalam tingkatan yang paling kecil. Untuk mencapai pengetahuan tersebut membutuhkan kedisiplinan, kemauan, keuletan yang harus di biasakan secara kontinue.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar